Prinsip Bertani untung adalah penghematan biaya produksi, jika hemat
biaya produksi tetap - untung, jika produksi naik - semakin untung.
Dengan selalu menggunakan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Semoga Para Sahabat Petani sudi memahami dan menghayati prinsip ini.
Salam lestari
Merugi..! Membakar Jerami di Sawah!
Jika jerami tidak diberikan untuk pakan ternak, dan atau dijual,
janganlah dibakar! Dibanding keuntungannya, membakar jerami di sawah
mempunyai kerugian dan dampak negatif bagi lahan dan ekosistem.
Pembakaran jerami, disadari atau tidak merugikan petani karena:
1. menimbulkan pencemaran udara serta berakibat pd penipisan lapisan ozon pelindung bumi
2. mengurangi ketersediaan bahan organik dalam tanah
3. mempercepat proses tanah/lahan menjadi kritis/tandus/sakit/tidak subur
3. pemakaian pupuk menjadi boros
3. membunuh mikroba tanah yg menguntungkan yg berada dilapisan olah tanah/top soil
4. menghilangkan potensi unsur hara makro & mikro yang bisa dipasok melalui jerami (N, P, K, Si dll)
Potensi panen jerami adalah 1,4 kali dari hasil panen padi (Kim &
Dale - 2004), sehingga jika panen padi 8 ton gabah akan diperoleh
jerami sebanyak
11,2 ton jika setahun panen padi dua kali potensi jerami ada
22,4 ton, jika selama 10 tahun,
2.240 ton jerami, wow, fantastis!
Kandungan unsur hara jerami (belum dikomposting) di Indonesia rerata
adalah berkisar N 0.4%; P 0.02%; K 1,4%; dan Si 5,6% dan unsur hara
lainnya.
Hasil analisis laboratorium terhadap kompos jerami (jerami yang sudah
dikomposting) yang dibuat dengan menggunakan berbagai bioactivator
berbeda-beda nilai haranya. Hal ini tergantung dari jenis mikroba yang
digunakan, komposisi bahan, cara dan perlakuan saat pembuatannya. Namun
demikian umumnya perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Data
berikut adalah salah satu dari hasil analisis kompos jerami dengan
penggunaan bioactivator "PROMI" dari Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, dari mas Isroi.
- Rasio C/N: 21; C-Organik: 35,11%; Nitrogen (N): 1,86%; Fosfor
(P2O5): 0,21%; Kalium (K2O): 5,35%; Kalsium (Ca): 4,2%; Magnesium (Mg):
0,5%; Tembaga (Cu): 20 ppm; Mangan (Mn): 684 ppm; Zing (Zn): 144 ppm.
dari hasil analisis tersebut jika terdapat satu ton pupuk
jerami/kompos jerami padi maka akan memiliki kandungan hara setara
dengan kurang lebih 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl.
Membuat Kompos Jerami/Pupuk Organik Jerami
Berikut kiat mengomposkan jerami di lahan sawah petani dalam waktu
2-3 minggu tanpa proses penutupan "Terpal/plastik" dan tanpa
"pembalikan":
1. siapkan activator "ragi kompos", buat larutan activator dalam ember.
2. kumpulkan jerami padi di pinggir lahan atau tengah lahan (mana
yang paling mudah), tumpuk setinggi 10-15cm, padatkan dgn cara diinjak2,
siram dengan larutan bio-activator sampai basah/lembab. Ulangi langkah
tersebut sampai bahan jerami habis.
3. ukuran petakan dari tumpukan jerami panjang dan lebarnya bebas, namun tinggi tumpukan
HARUS diusahakan minimum 80cm (agar diperoleh energi panas untuk proses deomposisi).
4. Bagian atas tumpukan jerami ditutup dengan tanah dari lahan tsb
(seperti plesteran semen). Tipis saja tidak perlu tebal-tebal selain
sebagai pemberat agar tumpukan tidak kabur tertiup angin, juga mampu
mempertahankan kelembaban tumpukan tetap stabil. Keliling tumpukan tidak
perlu diplester. Pertimbangan lain jika ditutup dengan terpal (takutnya
terpalnya hilang!)
5. Amati proses pengomposan 5 hari sekali,
SELALU USAHAKAN agar kondisi tumpukan
LEMBAB, jika agak kering siram/percikan dengan air biasa secukupnya.
Jika kelembaban terjaga maka dalam waktu 2 minggu tinggi tumpukan
akan menyusut 50% (separonya), dan jerami telah menjadi kompos dgn ciri
coklat kehitaman, lunak, siap disebarkan merata ke lahan.
Kiat ini telah kami berikan pada teman-teman petani di wilayah DIY, Jateng. salam
Perlu diketahui dari pengalaman di lapangan bahwa proses pembuatan
jerami dari bahan sebanyak 1 ton ternyata hanya menghasilkan 500-600 kg
(terjadi penyusutan sekitar 40-50%).
Pupuk organik/kompos jerami meskipun mengandung unsur hara lengkap
(makro & mikro) namun memang ketersediaannya relatif kecil, meskipun
demikian hal yg lebih penting dari penyediaan pupuk organik/kompos
jerami adalah peranannya dalam menghasilkan asam-asam organik yang
dihasilkan dari aktivitas mikroba pengurai. Oleh karena itu alangkah
baiknya untuk terus menganjurkan memberikan bahan organik (matang) ke
lahan oleh para petani, karena sebetulnya jika kandungan bahan organik
pada lahan bisa 5% tanah sudah hidup dan subur.
Beberapa Kendala-kendala
Budihardjo Soegiarto: Saya pernah tanya ke petani di jalur pantura
Jabar, kenapa mereka sering membakar jerami koq ga dikembalikan ke
sawah. Jawabannya mereka mengejar waktu tanam, kalo jerami dikembalikan
ke sawah nanti ngolah tanahnya berat karena jeraminya belum hancur waktu
pembajakan akan dimulai. Di jalur pantura ini ada pembagian waktu
pengairan sehingga jadwalnya cukup ketat, kalo kita telat ya bisa pada
masa akhir akan kekeringan. Di sini juga budaya ternak tidak seperti di
Jawa Tengah belum banyak, sehingga jerami ga laku kalo dijual untuk
pakan. Kalo dibakar, mereka cepet ngolah tanah mengejar waktu tanam
tetapi masih bisa mengembalikan unsur K ke tanaman. Jadi rasanya ga
semua petani yaang bakar jerami ga ngerti pentingnya pengembalian jerami
ke sawah, adakah teknologi pengomposan yang sangat cepat yang bisa
menggugaah petani untuk mengembalikan jeraminya ke sawah. Teknologi
pengomposan yang didemonstrasikan ke petani memang bisa mempercepat
pengomposan tetapi masih relatif lama kalo mau mengejar waktu tanam.
Kalo setelah padi padi kemudian tanam kedelai,mereka menutup lobang
kedelai dengan abu jerami tersebut katanya untuk mempertahankan
kelembaban tanah agar benih tumbuh baik, kenyataanya benih yang ditutup
abu jerami itu tumbuhnya lebih baik. sekedar informasi yang saya dapat
yang mungkin bisa menambah wawsan kita
Yang diajarkan ke petani selain ditutup terpal juga mesti dibalik
balik Mas, jadi kalo skalnya untuk jerami satu hektar mereka merasa
repot membalikknya bahkan ada yg ngajari jerinya di cacah, komentar
petaninya kapan nyacahnya, dah tolong dibuat komposnya nanti tak beli
aja komposnya, eh yang ngaajarin/demo ga menimpali
“ kita memang harus memahami posisi petani yang karena telah
dirasuki "budaya instan" membuat para petani selesai panen
tergopoh-gopoh untuk segera mengolah lahannya untuk ditanami kembali.
Beberapa kasus malah menjelang panen para petani sudah membuat
persemaian padi, sehingga lahan memang tidak ada kesempatan untuk
istirahat. Peluang membuat kompos dari bahan jerami untuk saat ini
memang mensyaratkan agar ada jeda lahan (masa istirahat) selama minimum
3-4 minggu. Jika alokasi waktu istirahat sangat pendek misal 1-2 minggu,
nyaris sangat sulit untuk mengajak petani mengomposkan jerami pada
lahan, meskipun dengan teknik sederhana, tidak perlu menggunakan metode
"penutupan dan pembalikan bahan"
Sumber: http://tanonmandiritaniorganik.blogspot.com